Month: Mei 2025
Manusia, Subjektivitas, dan Kekekalan yang Luka
Kita tidak akan memulai dengan “di dunia yang”, atau “kita hidup dalam”. Seperti pesulap yang sudah bosan dengan trik kelinci dari topi, mari langsung keluarkan jantung pertanyaan ke meja autopsi: Apakah manusia hanyalah tubuh, atau sebenarnya ia adalah subjektivitas murni—sebuah kegelisahan yang membandel, menolak padam bahkan ketika massa dan energi tubuhnya sudah bubar jalan? Barangkali
SID 1984 Melawan Dominasi Narai Palsu
Mereka yang pernah mendengar lagu “1984” dari Superman Is Dead (SID) tidak hanya disuguhi deretan akord yang menggugah, tetapi juga dilempar ke dalam atmosfer distopia yang terasa begitu nyata. Lagu ini menggema seperti sirene di tengah kota yang mati rasa, bukan hanya karena liriknya yang tajam, tapi karena ia berhasil menciptakan ruang imajiner di mana
KDM dan Kabut Populisme
Dalam politik, kecepatan adalah citra, tetapi ketepatan adalah sejarah. Nama Dedi Mulyadi muncul sebagai paradoks dari dua hal itu. Ia cepat, bahkan terlalu cepat untuk ukuran birokrasi Indonesia. Tapi justru karena itu, ia dihormati dan dicurigai dalam satu tarikan napas. Sebagian melihatnya sebagai pemimpin yang berani memotong rantai keruwetan dengan tangan langsung. Sebagian lain menilainya
Hagar: Teologi dari Rahim yang Dibuang
Pada banyak kisah keagamaan, Tuhan muncul lewat langit yang terbuka, gunung yang berguncang, atau nabi yang membawa hukum ilahi. Tapi dalam satu cerita yang nyaris selalu dibaca setengah-setengah, Tuhan muncul bukan di altar atau mimbar. Ia hadir di tepi sumur, di tengah padang gurun, mendekati seorang budak perempuan yang sedang hamil, terusir, dan menangis sendirian.
Ijazah Jokowi Dan Kepalsuan Demokrasi
Dalam debat tentang keaslian ijazah Presiden Joko Widodo, dua kubu saling berhadap-hadapan seperti dalam tragedi Yunani: yang satu berdiri di atas klaim otoritas formal, yang satu lagi bertumpu pada skeptisisme publik. Tapi keduanya—yang percaya dan yang meragukan—mungkin terperangkap dalam jebakan yang sama: menyangka bahwa selembar ijazah adalah esensi dari legitimasi seorang pemimpin. Padahal, seperti yang
Hikayat Para Filsuf Dan Minumannya
Kita terlalu sering mengutip pemikiran para filsuf, tapi lupa apa yang mereka teguk ketika sedang kebingungan dengan dunia. Seolah Kant lahir dari ruang steril perpustakaan dan Nietzsche menulis Zarathustra setelah yoga pagi dan smoothie organik. Padahal, banyak gagasan besar lahir dari gelas yang bau alkohol, cangkir kopi gosong, atau bahkan air hujan yang dikira anggur
Surga : Hasrat yang Disamarkan
Kebanyakan orang membayangkan surga seperti brosur perumahan mewah: taman, sungai, buah segar tanpa musim, tempat tidur empuk, musik lembut, dan layanan spiritual tanpa batas. Dalam versi yang lebih Islami, ditambahkan bonus: bidadari bening, anggur tanpa mabuk, dan keabadian syahwat yang tidak melelahkan. Sungguh akomodasi yang sulit ditolak, terutama bila dibandingkan dengan realitas dunia yang penuh
Kapitayan: Filsafat yang Nyaris Dilenyapkan
Di tengah hiruk-pikuk perebutan identitas dan simbol warisan suci, ada satu warisan yang justru dibiarkan sunyi—tanpa pembela, tanpa teks kanonik, tanpa liturgi resmi. Ia tidak menyodorkan surga atau neraka, tidak pula mewajibkan kiblat tertentu. Namun dari rahimnya lahir kebudayaan, sistem nilai, dan tata hidup orang Nusantara jauh sebelum kitab-kitab besar tiba dari tanah asing. Kita