Kapitayan, Sunya, Ada, Tiada
Di dunia logika tradisional, segalanya harus tertib. Ada adalah ada. Tiada adalah tiada. Tidak mungkin sesuatu yang tidak ada melahirkan sesuatu yang ada. Ini adalah ajaran yang kokoh, diajarkan dari Aristoteles, diformalisasi dalam prinsip identitas, dan diwariskan turun-temurun sebagai fondasi berpikir dunia Barat. Dalam kerangka ini, realitas harus jelas seperti peta: garis batas antara sesuatu
Kapitayan Agama Tanpa Kitab Suci
Hanya Sunyi Yang tetap Berarti, Sunyi Berarti Jangan Percayai Kitab Suci Di tengah dunia yang semakin terobsesi dengan teks suci, dalil, dan referensi tertulis, ada satu ajaran tua dari tanah Jawa yang justru menempuh jalan sebaliknya: Kapitayan. Sebuah sistem kepercayaan spiritual yang konon sudah hidup jauh sebelum Hindu, Buddha, bahkan Islam menyapa Nusantara. Yang membuatnya
Homo Dominatus Domesticus
Selamat datang di safari domestik modern, tempat kita mengamati spesies langka: Homo Dominatus Domesticus, atau dalam bahasa pasar, “suami takut istri.” Jangan tertipu oleh nama ilmiahnya yang gagah; ini bukan makhluk yang mendominasi, melainkan yang didominasi dengan begitu halus hingga Anda hampir bisa mendengar nada sinis dari orkestra pernikahan mengiringi langkahnya. Fenomena ini telah menjalar
Lotre Genetik
Ada yang lebih konyol daripada memenangkan lotre nasional: memenangkan lotre kosmik tanpa pernah membeli tiketnya. Itulah kita—Homo sapiens. Produk dari percikan kebetulan dalam galaksi kecil, yang meledak menjadi eksistensi, dan kemudian duduk termenung bertanya: “Kenapa aku di sini?” Mari kita mulai dengan fakta paling pahit: manusia bukan puncak penciptaan, bukan entitas agung dalam rencana besar
Darah Suci: Komoditas Tertua yang Tak Pernah Kehilangan Pasar
Di banyak negeri, dari pasar unta hingga gedung parlemen, ada satu barang dagangan yang tidak pernah kehabisan peminat: darah suci. Entah itu darah nabi, darah dewa, darah raja, atau darah keramat yang entah disuling dari mana, manusia tampaknya punya bakat alami untuk percaya bahwa kehormatan bisa diwariskan lewat pembuluh darah — semacam warisan genetik untuk
Revolusi Sunyi: Mengembalikan Malam ke Dunia
Bayangkan dunia tanpa malam. Lampu-lampu putih menyala abadi, menyapu kegelapan, menyingkirkan keheningan. Manusia berlomba dalam terang yang tak pernah redup, menolak tidur, mengharamkan istirahat, dan mencela sepi. Malam telah kita hapus dari hidup. Waktu telah kita bunuh. Yang tersisa hanyalah tumpukan tugas tanpa makna, deretan pekerjaan yang menjerat kita dalam roda produksi tanpa henti. Dulu,
Internet Vs Islam
Dulu, untuk mempertanyakan sebuah ayat, kau harus siap dengan lubang tak bernisan. Untuk menyanggah sebuah hadis, kau bisa kehilangan kepala—dan bukan hanya dalam metafora. Dunia lama dibangun dengan hierarki: kitab di atas manusia, ulama di atas kata, dan dogma di atas nalar. Tapi dunia berubah. Dan perubahan itu tak datang lewat perang atau revolusi berdarah.
Mengendus Eksistensi
Mereka—Sadra, Sartre, Lanza—adalah pengendus yang tekun. Bukan perumus kebenaran, bukan penguasa makna. Mereka hanyalah manusia-manusia yang terlalu peka pada sesuatu yang tidak tampak, terlalu resah pada dunia yang terlalu teratur. Mereka menyentuh eksistensi seperti meraba wajah kekasih dalam mimpi: samar, tapi menggema. Sadra menyebutnya wujūd, keberadaan yang benderang, bergerak, tak pernah diam. Bagi Sadra, hidup